UCAPAN LEMAH LEMBUT PADA ORANGTUA

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Di zaman ini, akhlak baik kepada orang tua seakan semakin sirna. Apalagi sudah disibukkan dengan anak dan istri. Atau barangkali ada kesibukan yang sebenarnya tidaklah urgent, namun ketika ortu memanggil, jawaban sang anak, “Aduh Mama, ini lagi asyik nih. Trus saja Oci (panggilan akrabnya) diganggu.” Gitulah anak muda. Karena terpengaruh TV, lingkungan dan lainnya.
Tak tahukah kita bahwa bermuamalah baik dengan ortu adalah jalan menuju surga?
Coba kita lihat hadits berikut ini yang disebutkan oleh Imam Al Bukhari rahimahullah dalam kitab Al Adabul Mufrod.
Dari Thaisalah bin Mayyas , ia berkata,
"Ketika tinggal bersama An Najdaat, saya melakukan perbuatan dosa yang saya anggap termasuk dosa besar. Kemudian saya ceritakan hal itu kepada ‘Abdullah bin ‘Umar. Beliau lalu bertanya, ”Perbuatan apa yang telah engkau lakukan?" ”Saya pun menceritakan perbuatan itu.” Beliau menjawab, "Hal itu tidaklah termasuk dosa besar. Dosa besar itu ada sembilan, yaitu mempersekutukan Allah, membunuh orang, lari dari pertempuran, memfitnah seorang wanita mukminah (dengan tuduhan berzina), memakan riba', memakan harta anak yatim, berbuat maksiat di dalam masjid, menghina, dan [menyebabkan] tangisnya kedua orang tua karena durhaka [kepada keduanya].” Ibnu Umar lalu bertanya, "Apakah engkau takut masuk neraka dan ingin masuk surga?" ”Ya, saya ingin”, jawabku. Beliau bertanya, "Apakah kedua orang tuamu masih hidup?" "Saya masih memiliki seorang ibu", jawabku. Beliau berkata, "Demi Allah, sekiranya engkau berlemah lembut dalam bertutur kepadanya dan memasakkan makanan baginya, sungguh engkau akan masuk surga selama engkau menjauhi dosa-dosa besar." (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 8, shahih. Lihat Ash Shahihah 2898)
Lihatlah akhi ... saksikanlah ukhti ... bagaimana dengan sikap lemah lembut pada orang tua yang mengandung dan membesarkan kita bisa memasukkan dalam surga! Subhanallah ... Ternyata begitu ringan amalan tersebut bagi siapa yang Allah mudahkan.
Disebutkan oleh Imam Al Bukhari pula dalam kitab yang sama, dari Urwah, ia berkata mengucapkan firman Allah,
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ
"Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan.” (QS. Al Isro’: 24)
قاَلَ: "لاَ تَمْتَنِعْ مِنْ شَيْءٍ أحَبَّاهُ
Lalu ia berkata, "Janganlah engkau menolak sesuatu yang diinginkan oleh keduanya." (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 9, shahih secara sanad)
Cobalah renungkan kedua hadits di atas. Berlemah lembut pada ortu sungguh luar biasa. Amalan sederhana. Namun memang butuh dilatih. Apalagi kita mesti menghadapi orang tua yang mudah emosi, sedikit-sedikit marah. Memang butuh kesabaran. Kalau kita mengingat balasan lemah lembut, sungguh itu akan membuat kita berakhlak baik pada mereka. Cobalah membalas keburukan dengan kebaikan. Moga saja kita dimudahkan oleh untuk bisa melakukannya. Allah Ta'ala berfirman,
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (QS. Fushilat: 34-35)
Sahabat yg mulia, Ibnu 'Abbas -radhiyallahu 'anhuma- mengatakan, "Allah memerintahkan pada orang beriman untuk bersabar ketika ada yang membuat marah, membalas dengan kebaikan jika ada yang buat jahil, dan memaafkan ketika ada yang buat jelek. Jika setiap hamba melakukan semacam ini, Allah akan melindunginya dari gangguan setan dan akan menundukkan musuh-musuhnya. Malah yang semula bermusuhan bisa menjadi teman dekatnya karena tingkah laku baik semacam ini."
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, "Namun yang mampu melakukan seperti ini adalah orang yang memiliki kesabaran. Karena membalas orang yg menyakiti kita dengan kebaikan adalah suatu yang berat bagi setiap jiwa." (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 12/243)
Semoga kita kembali teringat dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ». قِيلَ مَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا ثُمَّ لَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ
"Sungguh terhina, sungguh terhina, sungguh terhina." Ada yang bertanya, "Siapa, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, ”(Sungguh hina) seorang yang mendapati kedua orang tuanya yang masih hidup atau salah satu dari keduanya ketika mereka telah tua, namun justru ia tidak masuk surga." (HR. Muslim no. 2551)
Jadikanlah bakti pada orang tua, berlemah lembut pada mereka sebagai jalan menuju surga yang penuh kenikmatan yang tiada tara.
Dari Abdullah bin ’Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
"Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung padamurka orang tua." (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 2. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan jika sampai pada sahabat, namun shahih jika sampai pada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam)
Semoga kita mengingat perkataan amat bagus dari Ka’ab Al Ahbar. Beliau pernah ditanyakan mengenai perkara yang termasuk bentuk durhaka pada orang tua, beliau mengatakan,
“Apabila orang tuamu memerintahkanmu dalam suatu perkara (selama bukan dalam maksiat, pen) namun engkau tidak mentaatinya, berarti engkau telah melakukan berbagai macam kedurhakaan terhadap keduanya.” (Birrul Walidain, hal. 8, Ibnul Jauziy)
Semoga Allah beri taufik dan kemudahan bagi kita sekalian untuk berlemah lembut dan berakhlak pada orang tua kita yang amat kita kasihi. Wallahu waliyyut taufiq.
- Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush shalihaat -

MEnghitung KaLori TuBuh

Tidak hanya untuk mereka yang ingin menurunkan berat badan, tetapi semua orang ternyata juga harus mengatur menu diet atau menu makanan sehari-harinya. Terlalu banyak makan dapat menyebabkan kelebihan berat badan, dan sebaliknya, terlalu sedikit makan dapat menyebabkan kekurangan gizi.

Bagi yang sudah terlanjur memiliki berat badan berlebih, mereka harus menyusun menu dietnya agar tetap mencukupi kebutuhan metabolisme sehari-harinya, namun tidak menyebabkan penumpukan makanan berlebih dalam tubuh. Begitu juga sebaliknya bagi mereka yang kekurangan gizi.

Oleh karena itu, pengaturan menu diet sebaiknya diterapkan pada semua orang, dengan memperhatikan proporsi karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral, serta zat-zat lain dalam tubuh, sehingga seluruhnya berada dalam porsi yang seimbang.

Lalu, bagaimana caranya mengatur sendiri menu diet Anda? Sebelumnya, mari hitung dulu kebutuhan kalori Anda.

Untuk menghitung kebutuhan kalori basal/KKB (kalori yang Anda butuhkan untuk kegiatan sehari-hari) dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

LAKI-LAKI = 66 + (13.7 x BB) + (5 x TB) – (6.8 x U)
WANITA = 65.5 + (9.6 x BB) + (1.7 x TB) – (4.7 x U)

Keterangan:
BB = Berat Badan ideal (kg)
TB = Tinggi Badan (cm)
U = Umur (tahun)

Dengan perhitungan KKB seperti cara di atas, maka baik kelebihan maupun kekurangan berat badan dapat diatasi dengan mengkonsumsi makanan sesuai dengan kebutuhan kalorinya untuk berat badan yang ideal.

Selain itu, di Indonesia juga sering digunakan perhitungan Kebutuhan Kalori Basal yang lebih simpel, yaitu:

KKB = 40 x (TB – 100)
Dengan faktor koreksi:
Stress ringan (1) : 1.3 x KKB
Stress sedang (2) : 1.5 x KKB
Stress berat (3) : 2.0 x KKB

Sementara itu, ada 2 cara sederhana menghitung berat badan ideal:

Cara 1: BB ideal = (TB – 100) – (0.1 x (TB – 100))

Cara 2: Menggunakan Body Mass Index(BMI)/Indeks Massa Tubuh (IMT)

Berat Badan (Kg)
IMT = —————————
TB(m) X TB (m)

IMT ideal pada pria dan wanita:

Wanita

* 13-17 : dibawah ideal (terlalu kurus/anoreksia)
* 19-24 : IDEAL
* 26-31 : Obesitas (kegemukan)

Pria

* 14-18 : dibawah ideal
* 20-25 : IDEAL
* 28-33 : Obesitas


- Sumbernya : http://jekethek.blogspot.com/2010/05/tips-praktis-menghitung-kalori-yang.html#ixzz1Ct1NluJa

MYASTENIA GRAVIS

MYASTENIA GRAVIS

A.PENGERTIAN
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan darisynaptic transmission atau pada neuromuscular junction. Gangguan tersebut akan mempengaruhi transmisi neuromuscular pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang (volunter). Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan, dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial.(Dewabenny, 2008)
Miastenia gravis merupakan sindroma klinis akibat kegagalan transmisi neuromuskuler yang disebabkan oleh hambatan dan destruksi reseptor asetilkolin oleh autoantibodi. Sehingga dalam hal ini, miastenia gravis merupakan penyakit autoimun yang spesifik organ. Antibodi reseptor asetilkolin terdapat didalam serum pada hampir semua pasien. Antibodi ini merupakan antibodi IgG dan dapat melewati plasenta pada kehamilan. (Chandrasoma dan Taylor, 2005)
Miastenia gravis ialah gangguan oto-imun yang menyebabkan otot skelet menjadi lemah dan lekas lelah.
Miastenia gravis adalah suatu penyakit yang bermanifestasi sebagai kelemahan dan kelelahan otot-otot rangka akibat defisiensi reseptor asetilkolin pada sambungan neuromuskular.
B. ETIOLOGI
Pembuktian etiologi oto-imunologiknya diberikan oleh kenyataan bahwa kelenjar timus mempunyai hubungan erat. Pada 80% penderita miastenia didapati kelenjar timus yang abnormal. Kira-kira 10% dari mereka memperlihatkan struktur timoma dan pada penderita-penderita lainnya terdapat infiltrat limfositer pada pusat germinativa kelenjar timus tanpa perubahan di jaringan limfoster lainnya.
Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengan gangguan transmisi pada neuromuscular junction, yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot. Pada ujung akson motor neuron terdapat partikel -partikel globuler yang merupakan penimbunan asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson, partikel globuler pecah dan ACh dibebaskan yang dapat memindahkan gaya sarafi yang kemudian bereaksi dengan ACh Reseptor (AChR) pada membran postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada membran serat otot dan menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan demikian terjadilah kontraksi otot.
Penyebab pasti gangguan transmisi neromuskuler pada Miastenia gravis tidak diketahui. Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat kekurangan ACh atau kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologik yang berperanan.
C. TANDA DAN GEJALA
Gambaran klinis miastenia gravis sangat jelas yaitu :
kelemahan local yang ringan sampai pada kelemahan tubuh menyeluruh yang fatal. Kira-kira 33% hanya terdapat gejala kelainan okular disertai kelemahan otot-otot lainnya.
Kelemahan ekstremitas tanpa disertai gejala kelainan okular jarang ditemukan
kesulitan mengunyah dan menelan.
Pada 90% penderita, gejala awal berupa gangguan otot-otot okular yang menimbulkan ptosis dan diplopia. Mula timbul dengan ptosis unilateral atau bilateral. Setelah beberapa minggu sampai bulan, ptosis dapat dilengkapi dengan diplopia (paralysis ocular). Kelumpuhan-kelumpuhan bulbar itu timbul setiap hari menjelang sore atau malam. Pada pagi hari orang sakit tidak diganggu oleh kelumpuhan apapun. Tetapi lama kelamaan kelumpuhan bulbar dapat bangkit juga pada pagi hari sehingga boleh dikatakan sepanjang hari orang sakit tidak terbebas dari kesulitan penglihatan. Pada pemeriksaan dapat ditemukan ptosis unilateral atau bilateral, salah satu otot okular paretik, paresis N III interna (reaksi pupil).Diagnosis dapat ditegakkan dengan memperhatikan otot-otot levator palpebra kelopak mata. Walaupun otot levator palpebra jelas lumpuh pada miastenia gravis, namun adakalanya masih bisa bergerak normal. Tetapi pada tahap lanjut kelumpuhan otot okular kedua belah sisi akan melengkapi ptosis miastenia gravis.
D.PATOFISISOLOGI
Pada orang normal, bila ada impuls saraf mencapai hubungan neuromuskular, maka membran akson terminal presinaps mengalami depolarisasi sehingga asetilkolin akan dilepaskan dalam celah sinaps. Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps dan bergabung dengan reseptor asetilkolin pada membran postsinaps.
Penggabungan ini menimbulkan perubahan permeabilitas terhadap natrium dankalium secara tiba-tiba menyebabkan depolarisasi lempeng akhir dikenal sebagai potensial lempeng akhir (EPP). Jika EPP ini mencapai ambang akan terbentuk potensial aksi dalam membran otot yang tidak berhubungan dengan saraf, yang akan disalurkan sepanjang sarkolema. Potensial aksi ini memicu serangkaian reaksi yang mengakibatkan kontraksi serabut otot. Sesudah transmisi melewati hubungan neuromuscular terjadi, astilkolin akan dihancurkan oleh enzim asetilkolinesterase.
Pada miastenia gravis, konduksi neuromuskular terganggu. Abnormalitas dalam penyakit miastenia gravis terjadi pada endplate motorik dan bukan pada membran presinaps. Membran postsinaptiknya rusak akibat reaksi imunologi. Karena kerusakan itu maka jarak antara membran presinaps dan postsinaps menjadi besar sehingga lebih banyak asetilkolin dalam perjalanannya ke arah motor endplate dapat dipecahkan oleh kolinesterase. Selain itu jumlah asetilkolin yang dapat ditampung oleh lipatan-lipatan membran postsinaps motor end plate menjadi lebih kecil. Karena dua faktor tersebut maka kontraksi otot tidak dapat berlangsung lama.
Kelainan kelenjar timus terjadi pada miastenia gravis. Meskipun secara radiologis kelainan belum jelas terlihat karena terlalu kecil, tetapi secara histologik kelenjar timus pada kebanyakan pasien menunjukkan adanya kelainan. Wanita muda cenderung menderita hiperplasia timus, sedangkan pria yang lebih tua dengan neoplasma timus. Elektromiografi menunjukkan penurunan amplitudo potensial unit motorik apabila otot dipergunakan terus-menerus.







E. PATHWAY


















F. DIAGNOSTIK TEST
1.Test serum anti bodi resptor ACh yang positif pada 90% pasien.
2.Test tensilon : injeksi iv memeperbaiki respon motorik sementara dan menurunkan gejala pada krisis miastenik untuk sementara waktu memperburuk gejala-gejala pada krisis kolinergik.
3.Test elektro fisiologis untuk menunjukan penurunan respon rangsangan saraf berulang.
4.CT dapat menunjukan hiperplasia timus yang dianggap menyebabkan respon autoimun.

G. PENGOBATAN IMUNOSUPRESIF
1. Thymectomi
Untuk pasien dengan neoplasme thymoma, pengangkatan bedah tumor diperlukan untuk mencegah penyebaran tumor. Untuk pasien tanpa thimoma, thymectomi meningkatkan kemungkina remisi. Data efikasi dari thimectomi didukung oleh faktor-faktor seperti jenis teknik bedah dan tidak adanya uji kontrol. Pada pusat-pusat yang berpengalaman, akan tetapi, mortalitas dan morbiditas perioperatif sangat rendah dan diperberat dengan kesempatan penyembukan pada banyak kasus. Ada kontroversi tentang prediktor hasil tapi patologi thimus, usia atau keparahan penyakit tidak reliabel dalam memprediksiremisi. Kalau ada kontraindikasi, timektomi seharusnya dipertimbangkan untuk pasien MG pada semua usia. Prosedur ini nampaknyapaling efektif ketika dilakukan selama 2 tahun pertama penyakit ini. Pengobatan medis MG lebih dahulu sebelum bedah bisa menurunkan morbiditas perioperatif. Imunoglobulin intravena perioperatif (IVIG) atau plasmapheresis sering digunakan untuk stabilisasi pasien dengan MG general.
Ada perdebatan tentang prosedur dan protokol bedah terbaik termasuk extensif transsternal dan juga pendekatan transcervikal dan terakhir teknik endoskopik dan pendekatan kombinasi. Telahdiperkirakan bahwa rseksi yang lebih ekstensif pada jaringan thymus menyebabkan angka remisi yang lebih tinggi tapi hal ini masih akan menjadi kontroversi sampai terdapt perbandingan konklusif.
2. Terapi Medis
Bagi banyak pasien, pengobatan meliputi induksi remisi dengan dosis tinggi imunosupresan. Sekali remisi tercapai, imunosupresan bisa diturunkan bertahap tapi banyak pasien perlu diteruskan paling tidak dengan pengobatan dosis kecil.
a. Kortikosteroid
Obat ini adalah terapi imunosupresif garis pertama dari MG. Banyak pasien dengan gejala memburuk dalam 2 minggu pertama pada permulaan pengobatan ini. Oleh karena itu, terapi kortikosteroid harus diawali dengan stabilisai awal dengan plasmapheresis atau imunogolbulin intravena. Pasien sebaiknya dimonitor dengan teliti pada saat terapi kortikosteroid diawali dan mungkin diperlukan hospitalisasi.
Kortikosteroid menginduksi remisi hingga 50 % pasien dan mencapai 80 % dari semua manfaat pasien dari terapi. Banyak pasien membaik dalam minggu-ninggu pertama pengobatan. Sekali remisi tercapai, kortikosteroid diturunkan secara lambat sampai dosis paling rendah yang mungkin yang tidak menghasilkan keparahan penyakit.
Obat Dosis Monitoring Efek samping
Azatrioprine Meningkat bertahap sampai 2-3 mg/kg/hari peroral Monitor CBC dan fungsi hati tiap minggu selama bulan pertama, 2x selama bulan ke 2 dan ke 3 kemudian tiap bulan Umum : hipersensitifitas GI, mual, muntah
Serius : cancer (jarang), hepatotoksisitas, infeksi, leukopeni, trombositopeni, anemia megaloblastik, pankreatitis Mycophenolate mofetil 1-1, peroral 2x sehari Monitor CBC tiap minggu selama bulan pertama, 2x selama bulan ke 2 dan ke 3 kemudian tiap bulan Umum : konstipasi, diare, mual, muntah, sakit kepala.
Serius : bingung, tremor, perdarahan GI, hipertensi, edema perifer, infeksi, sepsis, cancer (jarang), myelosupresi
Cyclosporine 2,5 mg/kg/hari peroral dibagi 2x sehari, setelah 4 minggu dosis bisa ditingkatkan 0,5 mg/kg/hari selama interval 2 minggu sampai max 4 mg/kg/hari Monitor tekanan darah, CBC, asam urat, potassium, lpid, magnesium, serum kreatinin, dan BUN tiap 2 minggu selama 3 bulan pertama terapi dan kemudian tiap bulan jika pasien stabil Umum : sakit kepala, hirsuitisme, mual, diare, tremor, hiperlasia gum
Serius : anaphilaksis, kejang, hepatotoksisitas, hiperkalemi, hipomagnesemi, hipertensi, infeksi, neprotoksisitas, hemolitik uremic sindrom, parestesia, limphoproliferatif
Komplikasi kortikosteroid meliputi intoleransi glukosa, hipertensi, katarak, ulcer gastrointestinal, myopathy, necrosis avascular pada hip, osteoporosis, infeksi, dan psikosis. Beberapa resiko dapat dikurangi dengan implementasi rendah sodium, diet rendah gula, diikuti suplementasi calcium dan olahraga. Resiko osteoporosis dapat dikurangi dengan pengobatan profilaksis (contoh : alendronat sodium 5 mg/hari oral).
b. Imunosupresi nonsteroid
Karena efek samping kortikosteroid, teknisi sering menggunakan yang disebut medikasi steroid terpisah seperti azatriopin (tabel 22-2). Setidaknya 50 % pasien kelihatannya bermanfaat dengan pengobatan ini. Banyak studi menjelaskan penggunaan obat ini bersama dengan kortikosteroid, tidak sebagai monoterapi. Efek samping umumnya ringan tapi dapat mencakup sumsum tulang dan keracunan hepar, untuk alasan ini hitung darah dan fungsi hati perlu dimonitor. Azatrioprin beraksi lebih lambat daripada kortikosteroid. Perbaikan mungkin mulai hanya setelah beberapa bulan pengobatan dan perbaikan maksimal bisa memerlukan waktu 1-2 tahun. Hingga 20 % pasien terjadi reaksi idiosinkrasi terhadap azatriprin selama minggu pertama pengobatan terdiri dari : demam, menggigi, rash, dan gejala gastrointestinal. Pada pasien yang intoleransi ini, azatrioprin harus dihentikan segera.
Akhir-akhir ini, mychopenolat mefetil telah dianggap sebagai terapi adjuvan atau diluar kortikosteroid dan mungkin sebgai monoterapi. Studi pendahuluan menunjukkan perbaikan klinis pada kira-kira ¾ pasien. Onset kegunaan biasanya setelah 1-2 bulan, dengan puncak efek biasanya sekitar 6 bulan. Efek samping dari obat ini berkurang dengan pengobatan alternatif dan meliputi efek samping gastrointestinal, hipertensi dan edema perifer. Pasien sebaiknya dinasehati untuk menghindari paparan sinar UV sambil minum obat. Mycophenolat mefetil dapat menyebabkan penekanan sumsum tulang dan oleh karena itu perlu pengamatan hitung darah. Penggunaan azatrioprin dan mycophenolat mefetil secara terus menerus tidak dianjurkan.
Cyclosporin digunakan untuk pasien dengan MG berat yang tidak dapat dimanage dengan bentuk terapi yang kurang toksik. Efek samping utama mencakup toksisitas ginjal dan hipertensi. Cyclophosphamid merupakan alkilating agent yang telah digunakan pada pasien dengan penyakit refrakter. Efek sampingnya mencakup penekanan sumsum tulang, toksisitas kandung kemihdan resikoterjadi neoplasma. Pengobatan dengan cyclosporin atau cyclophosphamid seharusnya diatur oleh ahli yang mengetahui tentang efek kerugiannya dan mengamati keperluannya.
Bagi semua obat imunosupresi selain kortikosteroid mungkin ada peningkatan resiko jangka panjang terhadap limfoma atau keganasan lain.
c. Pengobatan Jangka Pendek
Plasmapheresis dan IVIG masing-masing menginduksi perbaikan klinis dengna cepat tapi efek terapinya hanya berlangsung cepat (tabel 22-3). Keduanya sering digunakan pada kondisi khusus krisis myastenic. Selanjutnya pengobatan ini juga dapat digunakan untuk menstabilkan pasien yang utamanya dengan thymectomi atau untuk mengobati eksaserbasi yang terjadi selama infeksi, bedah atau untuk menurunkan dosis regimen kortikosteroid.
Plasmapheresis biasanya menghasilkan perbaikan klinis dalam minggu pertama dan berguna biasanya selama 1- 2 bulan. Komplikasinya tidak sering tapi mencakup hipotensi, bradikardi, ketidakseimbangan elektrolit dan infeksi. IVIG mempunyai efikasi yang sam dengan plasmapheresis. Efek sampingnya meliputi malaise, hipersensitifitas, meningitis aseptik dan jarang insufisiensi ginjal, stroke dan infark miokard. Selanjutnya, pasien dengan defisiensi Ig A bisa mengalami anaphilaxis. Pada banyak pasien akan tetapi, IVIG ditoleransi dengan baik.
Telah ada perdebatan apakah plasma exchange atau IVIG yang lebih baik untuk imunoterapi jangka pendek myasthenia gravis pada kenyatannya, pilihan terapi untuk penyakit akut sering bergantung pada kemungkinan terjadinya dan pada sumber yang tersedia pada situasi tersebut.
H. PROSES KEPERAWATAN
Pengkajian
Identitas klien : Meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, status
Keluhan utama : Kelemahan otot
Riwayat kesehatan : Diagnosa miasenia didasarkan pada riwayat dan pesentasi klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan pemulihan kekuatan pasial setelah istirahat sangatlah menunukkan miastenia gravis, pasien mugkin mengeluh kelemahan setelah melakukan pekerjaan fisik yang sederhana . riwayat adanya jatuhnya kelopak mata pada pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti tentang kelemahan otot.
B1 (Breathing)
Dispnea, resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan akut
B2 (Bleeding)
Hipotensi / hipertensi, takikardi / bradikardi
B3 (Brain)
Kelemahan otot ektraokular yang menyebabkan palsi ocular, jatuhnya kelopak mata atau dislopia intermien, bicara klien mungkin disatrik
B4 (Bladder)
Menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine, hilangnya sensasi saat berkemih.

B5 ( Bowel)
Kesulitan menelan-mengunyah, disfagia, kelemahan otot diafragma dan peristaltic usus turun.
B6 (Bone)
Gangguan aktifitas/ mobilitas fisik, kelemahan otot yang berlebihan.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan potensial pasien dapat meliputi hal berikut :
1. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan
2. Deficit perawatan diri yang berubungan dengan kelemahan otot, keletihan umum
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan disfagia, intubasi, atau paralisis otot.
J. INTERVENSI
1. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan
· Tujuan :
Pasien akan mempertahankan pertukaran gas yang adekuat
a. Lakukan pendekatan pada klien dengan komunikasi alternative jika klien menggunakan ventilator
b. Catat saturasi O2 dengan oksimetri, terutama dengan aktifitas
c. Ukur parameter pernafasan dengan teratur
d. Kolaborasi dengn dokter untuk pemberian obat antikolinergik
e. Sucktion sesuai kebutuhan (obat-obatan antikolinergik meningkatkan sekresi bronkial)
2. Deficit perawatan diri yang berubungan dengan kelemahan otot, keletihan umum
· Tujuan ;
Pasien akan mampu melakukan sedikitnya 25 % aktifitas diri dan berhias

a. Buat jadwal perawatan diri dengan interval
b. Berikan waktu istirahat diantara aktivitas
c. Lakukan perawatan diri untuk pasien selama kelemahan otot yang sangat berlebihan atau sertakan keluarga
d. Peragakan tehnik-tehnik penghematan energy
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan disfagia, intubasi, atau paralisis otot.
· Tujuan :
Masukan kalori akan adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolic
a. Kaji reflek gangguan menelan dan refek batuk sebelum pemberian peroral
b. Hentikan pemberian makan peroraljika pasien tidak dapat mengatasi sekresi oral atau jika reflek gangguan menelan atau batuk tertekan.Pasang selang makan kecil dan berikan makan perselang jika terdapat disfagia.
d. Catat intake dan output
e. Lakukan konsultasi gizi untuk mengevaluasi kalori
f. Timbang pasien setiap hari.










DAFTAR PUSTAKA

Mardjono, M., 2003, Neurologi Klinis Dasar 9th ed., hal 55,149,348, Dian Rakyat, Jakarta

NINDS Myasthenia Gravis Fact Sheet, 2003. http://www.ninds.nih.gov/health_and_medical/pubs/myastheniagravis.htm
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.
Dewabenny. 2008. Miastenia Gravis. http://dewabenny.com/ 2008/ 07/12/
miastenia-gravis. (3 September 2009)

Chandrasoma, Parakrama, Clive R.Taylor. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi.
Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal: 869-871

MAKALAH AUTISME

BAB I
PENDAHULUAN

Anak dengan autisme tidak mampu berkomunikasi dengan keluarganya atau dunia luar, walupun ia memilki kecerdasan rata-rata. Ia tidak mengetahui orang tua atau orang lain yang dekat dengannya dan tidak berkomunikasi dengan kata-kata, isyarat/ ekspresi wajah. Ia mungkin hening, diam dan menarik diri atau mengambil sikap tubuh aneh atau berkomat-kamit tanpa arti. Kadang-kadang ia juga bisa beringas tanpa diramalkan sebelumnya. Ia akan mengalami kesulitan dalm pemberian makan danlatihan buang air.
Autisme bisa ada sejak lahir atua dapat berkembang pada beberapa tahun pertama kehidupan si anak. Ini menyerang satu dari tigaribu anak, dan anak laki-laki 5 kali lebih abnyak mengalami autisme dibandingkan anak perempuan.
Kelainan ini semakin bertambah setiap tahunnya. Pada tahun 1966, diketahui 4-5 dari 10.000 anak menderita autisme yang meningkat menjadi 10-15 pada tahun 1966. Pada tahun 2002 diketahui bahwa sekitar 60 dari 10.000 anak menderita uatisme. Penderita autisme pada anak sebagian besar adalah laki-laki, dengna perbandingan3-4 kali lebih banyak dari pada anak wanita. Ras dan etnic dan tingkat sosek tidak berpengaruh terhadap insiden autisme.
Jika autisme didiagnosis, memerlukan nasehat spesialis di dalam perawatan anak. Mungkin dianjurkan melibatkan diri sebanyak mungkin dengan kegiatan anak, sehingga terpaks aberinteraksi dengan anda. Banyak dokterpercaya bahwa kontak fisik, dengna memegang dan menyentuh anak akan membantunya lebih responsif atau tanggap. Lebih banyak perhatian, kasih sayang dan perangsangna yang dapat diberikan kepadanya, makin baik kemajuan yang mungkin terjadi. Sebagian anak sembuh dai autisme dan dapat menempuh kehidupan normal, yang lain memerlukan perawatan khusus seumur hidup.



BAB II
PEMBAHASAN


A.PENGERTIAN

Autisme masa kanak-kanak dini adalah penarikan diri dan kehilangan kontak dengan realitas atau orang lain. Pada bayi tidak terlihat tanda dan gejala. (Sacharin, R, M, 1996 : 305)
Autisme Infantil adalah Gangguan kualitatif pada komunikasi verbal dan non verbal, aktifitas imajinatif dan interaksi sosial timbal balik yang terjadi sebelum usia 30 bulan.(Behrman, 1999: 120)
Autisme menurut Rutter 1970 adalah Gangguan yang melibatkan kegagalan untuk mengembangkan hubungan antar pribadi (umur 30 bulan), hambatan dalam pembicaraan, perkembangan bahasa, fenomena ritualistik dan konvulsif.(Sacharin, R, M, 1996: 305)
Autisme pada anak merupakan gangguan perkembangan pervasif (DSM IV, sadock dan sadock 2000)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa autisme adalah gangguan perkembangan pervasif, atau kualitatif pada komunikasi verbal dan non verbal, aktivitas imajinatif dan interaksi sosial timbal balik berupa kegagalan mengembangkan hubungan antar pribadi (umur 30 bulan),hambatan dalam pembicaraan, perkembangan bahasa, fenomena ritualistik dan konvulsif serta penarikan diri dan kehilangan kontak dengan realitas.

B.EPIDEMIOLOGI

Prevalensi 3-4 per 1000 anak. Perbandingan laki-laki dari wanita 3-4:1. Penyakit sistemik, infeksi dan neurologi (kejang) dapat menunjukan gejala seperti austik.


C.ETIOLOGI

Penyebab Autisme diantaranya :
a. Genetik (80% untuk kembar monozigot dan 20% untuk kembar dizigot) terutama pada keluarga anak austik (abnormalitas kognitif dan kemampuan bicara).
b. Kelainan kromosim (sindrom x yang mudah pecah atau fragil).
c. Neurokimia (katekolamin, serotonin, dopamin belum pasti).
d. Cidera otak, kerentanan utama, aphasia, defisit pengaktif retikulum, keadaan tidak menguntungkan antara faktor psikogenik dan perkembangan syaraf, perubahan struktur serebellum, lesi hipokompus otak depan.
e. Penyakit otak organik dengan adanya gangguan komunikasi dan gangguan sensori serta kejang epilepsi
f. Lingkungan terutama sikap orang tua, dan kepribadian anak
Gambaran Autisme pada masa perkembangan anak dipengaruhi oleh
Pada masa bayi terdapat kegagalan mengemong atau menghibur anak, anak tidak berespon saat diangkat dan tampak lemah. Tidak adanya kontak mata, memberikan kesan jauh atau tidak mengenal. Bayi yang lebih tua memperlihatkan rasa ingin tahu atau minat pada lingkungan, bermainan cenderung tanpa imajinasi dan komunikasi pra verbal kemungkinan terganggu dan tampak berteriak-teriak.
Pada masa anak-anak dan remaja, anak yang autis memperlihatkan respon yang abnormal terhadap suara anak takut pada suara tertentu, dan tercengggang pada suara lainnya. Bicara dapat terganggu dan dapat mengalami kebisuan. Mereka yang mampu berbicara memperlihatkan kelainan ekolialia dan konstruksi telegramatik. Dengan bertumbuhnya anak pada waktu berbicara cenderung menonjolkan diri dengan kelainan intonasi dan penentuan waktu. Ditemukan kelainan persepsi visual dan fokus konsentrasi pada bagian prifer (rincian suatu lukisan secara sebagian bukan menyeluruh). Tertarik tekstur dan dapat menggunakan secara luas panca indera penciuman, kecap dan raba ketika mengeksplorais lingkungannya.
Pada usia dini mempunyai pergerakan khusus yang dapt menyita perhatiannya (berlonjak, memutar, tepuk tangan, menggerakan jari tangan). Kegiatan ini ritual dan menetap pada keaadan yang menyenangkan atau stres. Kelainann lain adalh destruktif , marah berlebihan dan akurangnya istirahat.
Pada masa remaja perilaku tidak sesuai dan tanpa inhibisi, anak austik dapat menyelidiki kontak seksual pada orang asing.

D.CARA MENGETAHUI AUTISME PADA ANAK

Anak mengalami autisme dapat dilihat dengan:
a. Orang tua harus mengetahui tahap-tahap perkembangan normal.
b. Orang tua harus mengetahui tanda-tanda autisme pada anak.
c. Observasi orang tua, pengasuh, guru tentang perilaku anak dirumah, diteka, saat bermain, pada saat berinteraksi sosial dalam kondisi normal.

Tanda autis berbeda pada setiap interval umumnya.
a. Pada usia 6 bulan sampai 2 tahun anak tidak mau dipeluk atau menjadi tegang bila diangkat ,cuek menghadapi orangtuanya, tidak bersemangat dalam permainan sederhana (ciluk baa atau kiss bye), anak tidak berupaya menggunakan kat-kata. Orang tua perlu waspada bila anak tidak tertarik pada boneka atau binatan gmainan untuk bayi, menolak makanan keras atau tidak mau mengunyah, apabila anak terlihat tertarik pada kedua tangannya sendiri.
b. Pada usia 2-3 tahun dengan gejal suka mencium atau menjilati benda-benda, disertai kontak mata yang terbatas, menganggap orang lain sebagai benda atau alat, menolak untuk dipeluk, menjadi tegang atau sebaliknya tubuh menjadi lemas, serta relatif cuek menghadapi kedua orang tuanya.
c. Pada usia 4-5 tahun ditandai dengan keluhan orang tua bahwa anak merasa sangat terganggu bila terjadi rutin pada kegiatan sehari-hari. Bila anak akhirnya mau berbicara, tidak jarang bersifat ecolalia (mengulang-ulang apa yang diucapkan orang lain segera atau setelah beberapa lama), dan anak tidak jarang menunjukkan nada suara yang aneh, (biasanya bernada tinggi dan monoton), kontak mata terbatas (walaupun dapat diperbaiki), tantrum dan agresi berkelanjutan tetapi bisa juga berkurang, melukai dan merangsang diri sendiri.

E.MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis yang ditemuai pada penderita Autisme :
b. Penarikan diri, Kemampuan komunukasi verbal (berbicara) dan non verbal yang tidak atau kurang berkembang mereka tidak tuli karena dapat menirukan lagu-lagu dan istilah yang didengarnya, serta kurangnya sosialisasi mempersulit estimasi potensi intelektual kelainan pola bicara, gangguan kemampuan mempertahankan percakapan, permainan sosial abnormal, tidak adanya empati dan ketidakmampuan berteman. Dalam tes non verbal yang memiliki kemampuan bicara cukup bagus namun masih dipengaruhi, dapat memperagakan kapasitas intelektual yang memadai. Anak austik mungkin terisolasi, berbakat luar biasa, analog dengan bakat orang dewasa terpelajar yang idiot dan menghabiskan waktu untuk bermain sendiri.
c. Gerakan tubuh stereotipik, kebutuhan kesamaan yang mencolok, minat yang sempit, keasyikan dengan bagian-bagian tubuh.
d. Anak biasa duduk pada waktu lama sibuk pada tangannya, menatap pada objek. Kesibukannya dengan objek berlanjut dan mencolok saat dewasa dimana anak tercenggang dengan objek mekanik.
e. Perilaku ritualistik dan konvulsif tercermin pada kebutuhan anak untuk memelihara lingkungan yang tetap (tidak menyukai perubahan), anak menjadi terikat dan tidak bisa dipisahkan dari suatu objek, dan dapat diramalkan .
f. Ledakan marah menyertai gangguan secara rutin.
g. Kontak mata minimal atau tidak ada.
h. Pengamatan visual terhadap gerakan jari dan tangan, pengunyahan benda, dan menggosok permukaan menunjukkan penguatan kesadaran dan sensitivitas terhadap rangsangan, sedangkan hilangnya respon terhadap nyeri dan kurangnya respon terkejut terhadap suara keras yang mendadak menunjukan menurunnya sensitivitas pada rangsangan lain.
i. Keterbatasan kognitif, pada tipe defisit pemrosesan kognitif tampak pada emosional
j. Menunjukan echolalia (mengulangi suatu ungkapan atau kata secara tepat) saat berbicara, pembalikan kata ganti pronomial, berpuisi yang tidak berujung pangkal, bentuk bahasa aneh lainnya berbentuk menonjol. Anak umumnya mampu untuk berbicara pada sekitar umur yang biasa, kehilangan kecakapan pada umur 2 tahun.
k. Intelegensi dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara fungsional.
l. Sikap dan gerakan yang tidak biasa seperti mengepakan tangan dan mengedipkan mata, wajah yang menyeringai, melompat, berjalan berjalan berjingkat-jingkat.

Ciri yang khas pada anak yang austik :

Defisit keteraturan verbal.
Abstraksi, memori rutin dan pertukaran verbal timbal balik.
Kekurangan teori berfikir (defisit pemahaman yang dirasakan atau dipikirkan orang lain).
Menurut Baron dan kohen 1994 ciri utama anak autisme adalah:
a. Interaksi sosial dan perkembangan sossial yang abnormal.
b. Tidak terjadi perkembangan komunikasi yang normal.
c. Minat serta perilakunya terbatas, terpaku, diulang-ulang, tidak fleksibel dan tidak imajinatif.
Ketiga-tiganya muncul bersama sebelum usia 3 tahun.

F.PENGOBATAN

Orang tua perlu menyesuaikan diri dengan keadaan anaknya, orang tua harus memeberikan perawatan kepada anak temasuk perawat atau staf residen lainnya. Orang tua sadar adanaya scottish sosiety for autistik children dan natinal sosiety for austik children yang dapat membantu dan dapat memmberikan pelayanan pada anak autis. Anak autis memerlukan penanganan multi disiplin yaitu terapi edukasi, terapi perilaku, terapi bicara, terapi okupasi, sensori integasi, auditori integration training (AIT),terapi keluarga dan obat, sehingga memerlukan kerja sama yang baik antara orang tua , keluarga dan dokter.

Pendekatan terapeutik dapat dilakukan untuk menangani anak austik tapi keberhasilannya terbatas, pada terapi perilaku dengan pemanfaatan keadaan yang terjadi dapat meningkatkan kemahiran berbicara. Perilaku destruktif dan agresif dapat diubah dengan menagement perilaku.
Latihan dan pendidikan dengan menggunakan pendidikan (operant konditioning yaitu dukungan positif (hadiah) dan hukuman (dukungan negatif). Merupakan metode untuk mengatasi cacat, mengembangkan ketrampilan sosial dan ketrampilan praktis. Kesabaran diperlukan karena kemajuan pada anak autis lambat.

Neuroleptik dapat digunakan untuk menangani perilaku mencelakkan diri sendiri yang mengarah pada agresif, stereotipik dan menarik diri dari pergaulan sosial.
Antagonis opiat dapat mengatasi perilaku, penarikan diri dan stereotipik, selain itu terapi kemampuan bicara dan model penanganan harian dengan menggunakan permainan latihan antar perorangan terstruktur dapt digunakan.
Masalah perilaku yang biasa seperti bising, gelisah atau melukai diri sendiri dapat diatasi dengan obat klorpromasin atau tioridasin.
Keadaan tidak dapat tidur dapat memberikan responsedatif seperti kloralhidrat, konvulsi dikendalikan dengan obat anti konvulsan. Hiperkinesis yang jika menetap dan berat dapat ditanggulangi dengan diit bebas aditif atau pengawet.
Dapat disimpulkan bahwa terapi pada autisme dengan mendeteksi dini dan tepat waktu serta program terapi yang menyeluruh dan terpadu.
Penatalaksanaan anak pada autisme bertujuan untuk:
a. Mengurangi masalah perilaku.
b. Meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangan terutama bahasa.
c. Anak bisa mandiri.
d. Anak bisa bersosialisasi.

G.PROGNOSIS
Anak terutama yang mengalami bicara, dapat tumbuh pada kehidupan marjinal, dapat berdiri sendiri, sekalipun terisolasi, hidup dalam masyarakat, namun pada beberapa anak penempatan lama pada institusi mrp hasil akhir. Prognosis yang lebih baik adalah tingakt intelegensi lebih tinggi, kemampuan berbicara fungsional, kurangnya gejala dan perilaku aneh. Gejala akan berubah dengan pertumbuhan menjadi tua. kejang-kejang dan kecelakaan diri sendiri semakin terlihat pada perkembangan usia.




















DAFTAR PUSTAKA


Sacharin, r.m.1996.Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi 2.EGC: Jakarta

Behrman, Kliegman, Arvin.1999.Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15, Alih Bahasa Prof. DR. Dr. A. Samik Wahab, Sp. A (K).EGC:Jakarta

___,1995, Kesehatan Anak Pedoman Bagi orang Tua. Arcan:Jakarta

www.http:// e-smartschool.com/out/001/out001.004.asp

www.http:// enshol.muliply.com/journal/item16

www.http:// tk.unpad. ac. id/ jsp/berita_detail.jsp

Pemeriksaan Telinga

Tujuan
Mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga dan fungsi pendengaran.

Persiapan alat
1. Arloji berjarum jam detik
2. Garpu talla
3. Spekulum telinga
4. Lampu kepala

Prosedur pelaksanaan
Inspeksi dan palpasi telinga luar
1. Bantu klien dalam posisi duduk jika memungkinkan
2. Posisi pemeriksa menghadap ke sisi telinga yang dikaji
3. Atur pencahayaan dengan menggunakan auroskop, lampu kepala atau sumber cahaya lain sehingga tangan pemeriksa bebas bekerja



4. Inspeksi telinga luar terhadap posisi, warna, ukuran, bentuk, hygiene, adanya lesi/ massa dan kesimetrisan.
5. Lakukan palpasi dengan memegang telinga menggunakan jari telunjuk dan jempol.
6. Palpasi kartilago telinga luar secara simetris, yaitu dari jaringan lunak ke jaringan keras dan catat jika ada nyeri
7. Lakukan penekanan pada area tragus ke dalam dan tulang telinga di bawah daun telinga.
8. Bandingkan telinga kiri dan kanan.
9. Inspeksi lubang pendengaran eksternal dengan cara berikut:
- Pada orang dewasa, pegang daun telinga/ heliks dan perlahan-lahan tarik daun telinga ke atas dan ke belakang sehingga lurus dan menjadi mudah diamatai.
- Pada anak-anak, tarik daun telinga ke bawah.
10. Periksa adanya peradangan, perdarahan atau kotoran/ serumen pada lubang telinga.

Pemeriksaan pendengaran
Menggunakan bisikan
1. Atur posisi klien membelakangi pemeriksa pada jarak 4-6 m.
2. Instruksikan klien untuk menutup salah satu telinga yang tidak diperiksa
3. Bisikkan suatu bilangan, misal ”tujuh enam”
4. Minta klien untuk mengulangi bilangan yang didengar
5. Periksa telinga lainnya dengan cara yang sama
6. Bandingkan kemampuan mendengar telinga kanan dan kiri klien.
Menggunakan arloji
1. Ciptakan suasana ruangan yang tenang
2. Pegang arloji dan dekatkan ke telinga klien
3. Minta klien untuk memberi tahu pemeriksa jika ia mendengar detak arloji
4. Pindahkan posisi arloji perlahan-lahan menjauhi telinga dan minta klien untuk memberitahu pemeriksa jika ia tidak mendengar detak arloji. Normalnya klien masih mendengar sampai jarak 30 cm dari telinga.
Menggunakan garpu talla
Pemeriksaan Rinne
1. Pegang garpu talla pada tangkainya dan pukulkan ke telapak tangan atau buku jari tangan yang berlawanan
2. Letakkan tangkai garpu talla pada prosesus mastoideus klien
3. Anjurkan klien untuk memberi tahu pemeriksa jika ia tidak merasakan getaran lagi
4. Angkat garpu talla dan dengan cepat tempatkan di depan lubang telinga klien 1-2 cm dengan posisi garpu talla paralel terhadap lubang telinga luar klien
5. Instruksikan klien untuk memberitahu apakah ia masih mendengar suara atau tidak
6. Catat hasil pendengaran pemeriksaan tersebut

Pemeriksaan Weber
1. Pegang garpu talla pada tangkainya dan pukulkan ke telapak tangan atau buku jari tangan yang berlawanan
2. Letakkan tangkai garpu talla di tengah puncak kepala klien
3. Tanyakan kepada klien apakah bunyi terdengar sama jelas pada kedua telinga atau lebih jelas pada salah satu telinga
4. Catat hasil pemeriksaan pendengaran tersebut.

SELAMAT BELAJAR.............

LAPORAN PENDAHULUAN KDM OKSIGENASI

OKSIGENASI

A.Pengertian
Oksigenasi adalah proses penambahan oksigen O2 ke dalam sistem (kimia atau fisika). Oksigenasi merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Sebagai hasilnya, terbentuklah karbon dioksida, energi, dan air. Akan tetapi penambahan CO2 yang melebihi batas normal pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap aktifitas sel.
(Wahit Iqbal Mubarak, 2007)

Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untukmempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2 ruangan setiap kali bernapas.
(Wartonah Tarwanto, 2006)

Oksigen merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan manusia, dalam tubuh, oksigen berperan penting dalam proses metabolism sel tubuh. Kekurangan oksigan bisa menyebabkan hal yangat berartibagi tubu, salah satunya adalah kematian. Karenanya, berbagai upaya perlu dilakukan untuk mejamin pemenuhan kebutuhan oksigen tersebut, agar terpenuhi dengan baik. Dalam pelaksanannya pemenuhan kebutuhan oksigen merupakan garapan perawat tersendiri, oleh karena itu setiap perawat harus paham dengan manisfestasi tingkat pemenuhan oksigen pada klienya serta mampu mengatasi berbagai masalah yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan tesebut.


B. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan
Stuktur Sistem Pernafasan
1. Sistem pernafasan Atas
Sistem pernafasaan atas terdiri atas mulut,hidung, faring, dan laring.
Hidung. Pada hidung udara yang masuk akan mengalami penyaringan, humidifikasi, dan penghangatan
Faring. Faring merupakan saluran yang terbagi dua untuk udara dan makanan. Faring terdiri atas nasofaring dan orofaring yang kaya akan jaringan limfoid yang berfungsi menangkap dan dan menghancurkan kuman pathogen yang masuk bersama udara.
Laring. Laring merupakan struktur yang merupai tulang rawan yang bisa disebut jakun. Selain berperan sebagai penghasil suara, laring juga berfungsi mempertahankan kepatenan dan melindungi jalan nafas bawah dari air dan makanan yang masuk.
2. Sistem pernafasan Bawah
Sistem pernafasaan bawah terdiri atas trakea dan paru-paru yang dilengkapi dengan bronkus, bronkiolus, alveolus, jaringan kapiler paru dan pleura.
Trakea. Trakea merupakan pipa membran yang dikosongkan oleh cincin kartilago yang menghubungkan laring dan bronkus utama kanan dan kiri.
Paru. Paru-paru ada dua buah teletak di sebelah kanan dan kiri. Masing-masing paru terdiri atas beberapa lobus (paru kanan 3 lobus dan paru kiri 2 lobus) dan dipasok oleh satu bronkus. Jaringan-jaringn paru sendiri terdiri atas serangkain jalan nafas yang bercabang-cabang, yaitu alveoulus, pembuluh darah paru, dan jaringan ikat elastic. Permukaan luar paru-paru dilapisi oleh dua lapis pelindung yang disebut pleura. Pleura pariental membatasi toralk dan permukaan diafragma, sedangkan pleura visceral membatasi permukaan luar paru. Diantara kedua lapisan tersebut terdapat cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas guna mencegah gerakan friksi selama bernafas.


Berdasarkan tempatnya proses pernafasan terbagi menjadi dua dua yaitu:
a. Pernapasan eksternal
Pernapasan eksternal (pernapasan pulmoner) mengacu pada keseluruhan proses pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh. Secara umum proses ini berlangsung dalam tiga langkah, yakni :
1. Ventilasi pulmoner
Saat bernapas, udara bergantian masuk-keluar paru melalui proses ventilasi sehingga terjadi pertukaran gas antara lingkungan eksternal dan alveolus. Proses ventilasi ini dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu jalan napas yang bersih, system saraf pusat dan system pernapasan yang utuh, rongga toraks yang mampu mengembang dan berkontraksi dengan baik, serta komplians paru yang adekuat.

2. Pertukaran gas alveolar
Setelah oksigen masuk alveolar, proses proses pernapasan berikutnya adalah difusi oksigen dari alveolus ke pembuluh darah pulmoner. Difusi adalah pergerakan molekul dari area berkonsentrasi atau bertekanan tinggi ke area berkonsentrasi atau bertekanan rendah. Proses ini berlangsung di alveolus dan membran kapiler, dan dipengaruhi oleh ketebalan membran serta perbedaan tekanan gas.
3. Transpor oksigen dan karbon dioksida
Tahap ke tiga pada proses pernapasan adalah tranpor gas-gas pernapasan. Pada proses ini, oksigen diangkut dari paru menuju jaringan dan karbon dioksida diangkut dari jaringan kembali menuju paru.

b. Pernapasan internal
Pernapasan internal (pernapasan jaringan) mengaju pada proses metabolisme intra sel yang berlangsung dalam mitokondria, yang menggunakan oksigen dan menghasilkan CO2 selama proses penyerapan energi molekul nutrien. Pada proses ini darah yang banyak mengandung oksigen dibawa ke seluruh tubuh hingga mencapai kapiler sistemik. Selanjutnya terjadi pertukaran O2 dan CO2 antara kapiler sistemik dan sel jaringan. Seperti di kapiler paru, pertukaran ini juga melalui proses difusi pasif mengikuti penurunan gradien tekanan parsial.

C. ETIOLOGI

a. Faktor Fisiologi
1. Menurunnya kemampuan mengikatO 2 seperti pada anemia
2. Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada Obstruksi saluran pernafasan bagian atas
3. Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun yang mengakibatkan terganggunya oksigen(O2)
4. Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam luka, dll
5. kondisi yang mempengaruhi pergerakkan dinding dada seperti pada kehamilan, obesitas, muskulur sekeletal yang abnormal, penyakit kronis seperti TBC paru.
b. Faktor Perilaku
1. Nutrisi, misalnya gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen
berkurang.
2. Exercise, exercise akan meningkatkan kebutuhan Oksigen.
3. Merokok, nikotin menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan
koroner
4. Alkohol dan obat-obatan menyebankan intake nutrisi /Fe mengakibatkan
penurunan hemoglobin, alkohol menyebabkan depresi pusat pernafasan.
5. kecemasan ; menyebabkan metabolisme meningkat.


D. FISIOLOGI PERUBAHAN FUNGSI PERNAFASAN

1. Hiperventilasi
Merupakan upaya tubuh dalam meningkatkan jumlah O2 dalam paru-paru agar pernafasan lebih cepat dan dalam. Hiperventilasi dapat disebabkan karena kecemasan, infeksi, keracunan obat-obatan, keseimbangan asam basa seperti osidosis metabolik Tanda-tanda hiperventilasi adalah takikardi, nafas pendek, nyeri dada, menurunnya konsentrasi, disorientasi, tinnitus.
2. Hipoventilasi
Terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat untuk memenuhi penggunaan O2 tubuh atau untuk mengeluarkan CO2 dengan cukup. Biasanya terjadi pada keadaaan atelektasis (Kolaps Paru). Tanda-tanda dan gejalanya pada keadaan hipoventilasi adalah nyeri kepala, penurunan kesadaran, disorientasi, ketidak seimbangan elektrolit.
3. Hipoksia
Tidak adekuatnya pemenuhuan O2 seluler akibat dari defisiensi O2 yang didinspirasi atau meningkatnya penggunaan O2 pada tingkat seluler. Hipoksia dapat disebabkan oleh menurunnya hemoglobin, kerusakan gangguan ventilasi, menurunnya perfusi jaringan seperti pada syok, berkurannya konsentrasi O2 jika berada dipuncak gunung. Tanda tanda Hipoksia adalah kelelahan, kecemasan menurunnya kemampuan konsentrasi, nadi meningkat, pernafasan cepat dan dalam sianosis, sesak nafas.

E. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

Patologi
1. Penyakit pernafasan menahun (TBC, Asma, Bronkhitis)
2. Infeksi, Fibrosis kritik, Influensa
3. Penyakit sistem syaraf (sindrom guillain barre, sklerosis, multipel miastania gravis)
4. Depresi SSP / Trauma kepala
5. Cedera serebrovaskuler (stroke)
Maturasional
1. Bayi prematur yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan
2. Bayi dan taddler, adanya resiko infeksi saluran pernafasa dan merokok
3. Anak usia sekolah dan remaja, resiko infeksi saluran pernafasan dan merokok
4. Dewasa muda dan pertengahan. Diet yang tidak sehat, kurang aktifitas stress
yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru
5. Dewasa tua, adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arterios klerosis, elastisitasi menurun, ekspansi pann menurun.
Situasional (Personal, Lingkungan)
1. Berhubungan dengan mobilitas sekunder akibat : pembedahan atau trauma
nyeri, ketakutan, ancietas, keletihan.
2. Berhubungan dengan kelembaban yang sangat tinggi atau kelembaban rendah
3. Berhubungan dengan menghilangnya mekanisme pembersihan siliar, respons inflamasi, dan peningkatan pembentukan lendir sekunder akibat rokok, pernafasan mulut.
F. BATASAN KARAKTERISTIK

MAYOR
• Perubahan frekuensi pernafasan atau pola pernafasan (dari biasanya)
• Perubahan nadi (frekuensi, Irama dan kualitas)
• Dispnea pada usahan napas
• Tidak mampu mengeluarkan sekret dijalan napas
• Peningkatan laju metabolik
• Batuk tak efektif atau tidak ada batuk
MINOR
• Ortopnea
• Takipnea, Hiperpnea, Hiperventilasi
• Pernafasan sukar / berhati-hati
• Bunyi nafas abnormal
• Frekuensi, irama, kedalaman. Pernafasan abnormal
• Kecenderungan untuk mengambil posisi 3 titik (dukuk, lengan pada lutut,
condong kedepan)
• Bernafas dengan bibir dimonyongkan dengan fase ekspirasi yang lama
• penurunan isi oksigen
• Peningkatan kegelisahan
• Ketakutan
• Penurunan volume tidal
• Peningkatan frekuensi jantung
(Diagnosa keperawatan, Lynda Tuall Carpennito, hal 383 – 387)



G. Manifestasi Klinik
- suara napas tidak normal.
- perubahan jumlah pernapasan.
- batuk disertai dahak.
- Penggunaan otot tambahan pernapasan.
- Dispnea.
- Penurunan haluaran urin.
- Penurunan ekspansi paru.
- Takhipnea


H. Fokus Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan
1. Masalah keperawatan yang pernah dialami
- Pernah mengalami perubahan pola pernapasan.
- Pernah mengalami batuk dengan sputum.
- Pernah mengalami nyeri dada.
- Aktivitas apa saja yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala di atas.
2. Riwayat penyakit pernapasan
- apakah sering mengalami ISPA, alergi, batuk, asma, TBC, dan lain-lain ?
- bagaimana frekuensi setiap kejadian?

3. Riwayat kardiovaskuler
- pernah mengalami penyakit jantung (gagal jantung, gagal ventrikel kanan,dll) atau peredaran darah.
4. Gaya hidup
- merokok , keluarga perokok, lingkungan kerja dengan perokok.



b. Pemeriksaan Fisik
1. Mata
- konjungtiva pucat (karena anemia)
- konjungtiva sianosis (karena hipoksemia)
- konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak atau endokarditis)
2. Kulit
- Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah perifer)
- Penurunan turgor (dehidrasi)
- Edema.
- Edema periorbital.
3. Jari dan kuku
- Sianosis
- Clubbing finger.
4. Mulut dan bibir
- membrane mukosa sianosis
- bernapas dengan mengerutkan mulut.
5. Hidung
- pernapasan dengan cuping hidung.
6. Vena leher
- adanya distensi / bendungan.
7. Dada
- retraksi otot Bantu pernapasan (karena peningkatan aktivitas pernapasan, dispnea, obstruksi jalan pernapasan)
- pergerakan tidak simetris antara dada kiri dan dada kanan.
- Tactil fremitus, thrills (getaran pada dada karena udara/suara melewati saluran/rongga pernapasan)
- Suara napas normal (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial)
- Sara napas tidak normal (creklerlr/rales, ronkhi, wheezing, friction rub/pleural friction)
- Bunyi perkusi (resonan, hiperesonan, dullness)
8. Pola pernapasan
- pernapasan normal(eupnea)
- pernapasan cepat (tacypnea)
- pernapasan lambat (bradypnea)

c. Pemeriksaan penunjang
- EKG
- Echocardiography
- Kateterisasi jantung
- Angiografi

I. Intervensi
1. Diagnosa : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret yang berlebihan dan kental.
Tujuan : pola nafas lebih efektif dan kembali normal.
Kriteria Hasil : sesak nafas berkurang/hilang, RR 16-24 x/menit, Tak ada wheezing
Intervensi umum :
Mandiri
- Kaji faktor penyebab.
- Kurangi atau hilangkan faktor penyebab.
- Jika ada nyeri, berikan obat pereda nyeri sesuai kebutuhan.
- Sesuaikan pemberian dosis analgesik dengan sesi latihan batuk.
- Pertahankan posisi tubuh yang baik untuk mencegah nyeri atau cedera otot.
- Jika sekret kental, pertahankan hidrasi yang adekuat (tingkatkan asupan cairan hingga 2-3 x sehari jika ada kontraindikasi).
- Pertahankan kelembapan udara inspirasi yang adekuat.
Kolaborasi
- Kolaborasikan dengan dokter untuk tindakan suction guna mempertahankan kepatenan jalan napas.
- Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian oksigen melalui masker, kanula hidung, dan transtrakea guna mempertahankan dan meningkatkan oksigenasi.
Rasional
- Batuk yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kelemahan dan tidak efektif, dan bisa menyebabkan bronchitis.
- Latihan napas dalam dapat melebarkan jalan napas.
- Duduk pada posisi tegak menyebabkan organ-organ abdomen terdorong menjauhi paru, akibatnya pengembangan paru menjadi lebih besar.
- Pernapasan diafragma mengurangi frekuensi pernapasan dan meningkatkan ventilas alveolar.
- Sekret yang kental sulit dikeluarkan dan dapat menyebabkan henti mukus, kondisi ini dapat menimbulkan atelektasis.
- Secret harus cukup encer agar mudah dikeluarkan.
- Nyeri atau rasa takut akan nyari dapat melelah dan menyakitkan.
Dukungan emosional menjadi semangat bagi klien, air hangat dapat membantu relaksasi.

DAFTAR PUSTAKA


Brunner & Suddarth.2002. Keperawatan Medikal Bedah. Vol:1. Jakarta: EGC
NANDA. 2005-2006. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Prima Medika
Mubarak, Wahit Iqbal. 2007. Buku ajar kebutuhan dasar manusia : Teori & Aplikasi dalam praktek. Jakarta: EGC.
Willkinson. Judith M. 2007. Diagnosa Keperawatan.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran Kozier. Fundamental of Nursing
Tarwanto, Wartonah. 2006. Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan edisi 3. Salemba:Medika.
Carperito, Lynda Juall. 2000. Diagnosa Keperawatan edisi 8, EGC: Jakarta
Alimul, Azis. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Salemba Medika: Jakarta

Design by WPThemesExpert | Blogger Template by BlogTemplate4U