TOTAL PROTEIN

I. PEMERIKSAAN TOTAL PROTEIN
II. TANGGAL PRAKTIKUM
Selasa, 8 Juni 2010
III. TUJUAN
1. Mahasiswa akan dapat mengetahui dan menjelaskan manfaat pemeriksaan Total Protein, Albumin, dan Globulin untuk menegakkan diagnose penyakit.
2. Mahasiswa akan dapat mengukur kadar Total Protein dengan cara Biuret, Albumin dengan cara BCB dan cara menghitung kadar Globulin.
3. Mahasiswa akan dapat menyimpulkan hasil pemeriksaan Total Protein, Albumin, dan Globulin pada saat praktikum setelah membandingkannya dengan nilai normal dan dikaitkan dengan diagnosa penyakit
IV. DASAR TEORI
Protein tersusun dari asam amino yang berkaitan satu sama laindengan ikatan peptida




R




Tiga perempat zat padat dari tubuh adalah protein dengan fungsi yang berbeda-beda. Sebagian besar adalah : protein jaringan/structural, protein kontraktil dan nucleoprotein.
Protein yang diperiksa dalam laboratorium terdapat dalam: darah, urin, saliva, cairan pleural, peritoneal, dan feses. Pada praktikum ini yang dibahas terutama protein plasma.

Protein plasma yang beredar terdiri atas :
1. Albumin, kadar normal 3,4 - 4,7 g/dl
2. Globulin
3. Fibrinogen
4. Terdapat sejumlah kecil dalam : enzim, protein structural, dan metabolic ( hormone dan protein transfer).

Fungsi Protein Plasma :
1. Keseimbangan osmotic
Hipoalbumin menyebabkan tekanan osmotic plasma menurun sehingga kapiler tidak mampu melawan tekanan hidrostatik sehingga timbul edem ( cairan darah menuju ke jaringan interstitial).
2. Pembentukan dan nutrisi jaringan
Enzym, hormone, pembekuan darah ( fibrinogen, AT III) dan jaringan tubuh.
3. Transportasi
Umum yaitu Albumin
Khusus :
Hormon Prealbumin
Vitamin Prealbumin
Lipid Lipoprotein
Co Ceruloplasmin
Hb Haptoglobin
Heme Hemopexin
Fe Transferin
4. Daya tahan tubuh
Antibodi dan komplemen

Perubahan Protein Plasma :
 Hiperalbumin : peningkatan kadar albumin
Dijumpai pada dehidrasi terjadi hemokonsentrasi protein plasma.
 Hipoalbumin
Dijumpai pada malnutrisi, malabsorbsi, hepatitis akut, penyakit hati menahun, dll.
Pemeriksaan protein plasma berkisar pada pemeriksaan total protein serum, albumin dan globulin.
METODE :
Metode Biuret.

V. PRINSIP KERJA
Dilakukan pemeriksaan kuantitatif dengan spektrofotometri. Reaksi berwarna antar tembaga alkali dengan rantai peptide CO – NH akan menghasilkan warna ungu.

VI. ALAT DAN BAHAN
Alat
 Tabung reaksi ukuran 5 ml
 Rak tabung reaksi
 Pipet berukuran 60μl dan 1000μl
 Spektrofotometer
Bahan
 Reagen Biuret
 Reagen Standar Protein
 Serum atau Plasma
VII. CARA KERJA
1. Disiapkan 3 buah tabung reaksi seukuran 5 ml, masing-masing diberi label untuk reagen Blanko (RB), Reagen Standard (STD) dan Sampel (SPL) berupa serum darah.
2. Tabung RB diberi 3.000μl Reagen biuret.
3. Tabung STD diberi 60μl Reagen Standard Protein dan ditambah dengan 3.000μl Reagen Biuret, dicampur supaya homogen.
4. Tabung SPL diberi 60μl Sampel (serum) dan 3.000μl Reagen Biuret , dicampur supaya homogen.
5. Selanjutnya masing-masing diinkubasi selama 10 menit pada temperature kamar.
6. Diukur absorbs (∆A) dari STD dan SPL terhadap RB dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 546 nm.
7. Batas linearitas alat adalah 12 g/dl. Apabila didapatkan diatas angka tersebut, serum harus diencerkan dengan NaCl 1+1, hasil dikalikan 2.

Pengukuran terhadap Blanko reagen
RB STD SPL
Sample (μl) - - 60
Standard (STD) - 60 -
Reagen (μl) 3000 3000 3000
Campur, inkubasi 10 menit (20-250C). ukur Abs (∆A), standar A( STD) dan sample A (SPL) terhadap blanko reagen (RB) dalam 10 menit.

PERHITUNGAN
Kadar Total Protein (g/dl)= ∆A SPL x 8 g/dl
∆A STD

LINIERITAS
Batas linieritas alat adalah 12 g/dl. Apabila didapatkan diatas angka tersebut, serum harus diencerkan dengan NaCl 1+1, hasil dikalikan 2.

NILAI NORMAL
Bayi : 4.6- 7,0 g/dl
3 tahun s.d dewasa : 6,6-8,7 g/dl

VIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Aplikasi Klinis
1. Sindrom Nefrotik
Merupakan suatu kondisi dimana terjadi perubahan fungsi
ginjal yang bercirikan hipoproteinemia, oedema, hiperlipidemia,
proteinuri, ascites dan penurunan keluaran urine.
TANDA DAN GEJALA
Sebagai sebuah sindroma (kumpulan gejala), tanda / gejala
penyakit sindroma nefrotik meliputi :
- Proteinuria
- Hipoalbuminemia
- Hiperkolesterolemia/hiperlipidemia
- Oedema
Beberapa gejala yang mungkin muncul antara lain hematuria, azotemia dan hipertensi ringan. Proteinuria (85-95%) terjadi sejumlah 10 –15 gram/hari (dalam pemeriksaan Esbach) . Selama terjadi oedema biasanya BJ Urine meningkat. Mungkin juga terjadi penurunan faktor IX, Laju endap darah meningkat dan rendahnya kadar kalsium serta hiperglikemia.
ETIOLOGI
Penyebab umum penyakit tidak diketahui; akhir-akhir ini sering dianggap sebagi suatu bentuk penyakit autoimun.
Jadi merupakan reaksi antigen-antibodi. Umumnya dibagi menjadi
4 kelompok :
1. Sindroma nefrotik bawaan
2. Sindroma nefrotik sekunder
3. Sindroma nefrotik idiopati
4. Glumerulosklerosis fokal segmental
PATOFISIOLOGI
Penyakit nefrotik sindoma biasanya menyerang pada anak-anak pra sekolah. Hingga saat sebab pasti penyakit tidak ditemukan, tetapi berdasarkan klinis dan onset gejala yang muncul dapat terbagi menjadi sindroma nefrotik bawaan yang biasanya jarang terjadi; Bentuk idiopati yang tidak jelas penyebabnya maupun sekunder dari penyakit lainnya yang
dapat ditentukan faktor predisposisinya; seperti pada penyakit malaria kuartana, Lupus Eritematous Diseminata, Purpura Anafilaktoid, Grumeluronefritis (akut/kronis) atau sebagai reaksi terhadap hipersensitifitas (terhadap obat). Nefrotik sindroma idiopatik yang sering juga disebut Minimal Change Nefrotic Syndrome (MCNS) merupakan bentuk penyakit yang paling umum (90%).
Patogenesis penyakit ini tidak diketahui, tetapi adanya perubahan pada membran glumerolus menyebabkan peningkatan permeabilitas, yang memungkinkan protein (terutama albumin) keluar melalui urine (albuminuria). Perpindahan protein keluar sistem vaskular menyebabkan cairan plasma pindah ke ruang interstitisel, yang menghasilkan
oedema dan hipovolemia. Penurunan volume vaskuler menstimulasi sistem renin angiotensin, yang memungkinkan sekresi aldosteron dan hormon antidiuretik (ADH). Aldosteron merangsang peninkatan reabsorbsi tubulus distal terhadap Natrium dan Air, yang menyebabkan bertambahnya oedema. Hiperlipidemia dapat terjadi karena lipoprotein memiliki molekul yang lebih berat dibandingkan albumin sehingga tidak akan hilang dalam urine.
2. Proteinuria
Merupakan protein yang terdapat di dalam air kemih.
PATOFISIOLOGI
Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat kerusakan glomerulus. Dalam keadaan normal membran basal glomerulus (MBG) mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada SN kedua mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu. Selain itu konfigurasi molekul protein juga menentukan lolos tidaknya protein melalui MBG. Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila yang keluar terdiri dari molekul kecil misalnya albumin. Sedangkan non-selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul besar seperti imunoglobulin. Selektivitas proteinuria ditentukan oleh keutuhan struktur MBG. Pada SN yang disebabkan oleh GNLM ditemukan proteinuria selektif. Pemeriksaan mikroskop elektron memperlihatkan fusi foot processus sel epitel viseral glomerulus dan terlepasnya sel dari struktur MBG. Berkurangnya kandungan heparan
sulfat proteoglikan pada GNLM menyebabkan muatan negative MBG menurun dan albumin dapat lolos ke dalam urin. Pada
GSFS, peningkatan permeabilitas MBG disebabkan oleh suatu faktor yang ikut dalam sirkulasi. Faktor tersebut menyebabkan sel epitel viseral glomerulus terlepas dari MBG sehingga permeabilitasnya meningkat. Pada GNMN kerusakan struktur MBG terjadi akibat endapan komplek imun di sub-epitel. Komplek C5b-9 yang terbentuk pada GNMN akan meningkatkan pemeabilitas MBG, walaupun mekanisme yang
pasti belum diketahui.
3. Hipoalbumin
Hipoalbumin dapat disebabkan oleh penurunan produksi albumin, sintesis yag tidak efektif karena kerusakan sel hati, kekurangan intake protein, peningkatan pengeluaran albumin karena penyakit lainnya, dan inflamasi akut maupun kronis.
a. Malnutrisi protein
Asam amino diperlukan dalam sintesa albumin, akibat dari defesiensi intake protein terjadi kerusakan pada reticulum endoplasma sel yang berpengaruh pada sintesis albumin dalan sel hati
b. Sintesis yang tidak efektif
Pada pasien deng sirosis hepatis terjadi penurunan sintesis albumin karena berkurangnya jumlah sel hati. Selain itu terjadi penuruanan aliran darah portal ke hati yang menyebabkan maldistribusi nutrisi dan oksigen ke hati
c. Kehilangan protein ekstravaskular
Kehilangan protein masiv pada penderita sindrom nefrotik. Darat terjadi kebocoran protein 3,5 gram dalam 24 jam. Kehilanan albumin juga dapat terjadi pasien dengan luka bakar yang luas.
d. Hemodilusi
Pada pasien ascites, terjadi peningkatan cairan tubuh mengakibatkan penurunan kadar albumin walaupun sintesis albumin normal atau meningkat. Bisanya terjadi pada pasien sirosis hepatis dengan ascites
e. Inflamasi akut dan kronis
Kadar albumin rendah karena inflamasi akut dan akan menjadi normal dalam beberapa minggu setelah inflamasi hilang. Pada inflamasi terjadi pelepasan cytokine (TBF, IL-6) sebagai akibat respos inflamasi pada stress fisiologis (infeksi, bedah, trauma) mengakibatkan penurunan kadar albumin melalui mekanisme berikut:
1. Peningkatan permeabilitas vascular (mengijinkan albumin untuk berdifusi ke ruang ekstravaskular)
2. Peningkatan degradasi albumin
3. Penurunan sintesis albumin (TNF yang berperan dalam penuruanan trankripsi gen albumin).

B. Percobaan
Untuk pemeriksaan protein 2 ml dari darah Nurul Hidayat.
Hasil pemeriksaan 5,3 g/dl, kadar tersebut tidak normal karena kadar normal total protein 6,6-8,7 g/dl. Hal tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh factor :
1. Malnutrisi protein atau kekurangan intake protein.
2. Kebiasaan pola hidup yang tidak sehat.
PERTANYAAN
1. Jelaskan mengapa pada penyakit sindroma nefrotik terjadi hipoalbumin!
Pada penyakit sindroma nefrotik terjadi hipoalbumin karena kehilangan protein ekstravaskular dan adanya perubahan pada membran glumerolus menyebabkan peningkatan permeabilitas, yang memungkinkan protein (terutama albumin) keluar melalui urine. Perpindahan protein keluar sistem vaskular menyebabkan cairan plasma pindah ke ruang interstitisel,
Kehilangan protein masiv pada penderita sindrom nefrotik. Darah terjadi kebocoran protein 3,5 gram dalam 24 jam.
2. Jelaskan mengapa pada penyakit sirosis hepatis terjadi hipoalbumin!
Pada penyakit sirosis hepatis terjadi hipoalbumin karena terdapat sintesis yang tidak efektif. Pada pasien dengan sirosis hepatis terjadi penurunan sintesis albumin karena berkurangnya jumlah sel hati. Selain itu terjadi penuruanan aliran darah portal ke hati yang menyebabkan maldistribusi nutrisi dan oksigen ke hati.
IX. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan diatas, kami dapat menyimpulkan :
1. Jumlah kadar normal protein mempengaruhi kesehatan manusia. Semakin sedikit atau lebih kadar normal total protein semakin banyak penyakit yang ditimbulkan.
2. Jumlah kadar total protein normal dipengaruhi oleh factor antara lain malnutrisi protein atau kekurangan intake protein dan kebiasaan pola hidup tidak sehat.
3. Manfaat pemeriksaan Total Protein, Albumin, dan Globulin sangat penting untuk menegakkan diagnose penyakit.











X. DAFTAR PUSTAKA
http://www.scribd.com/doc/26656474/Label-Perkuliahan-a-PENGERTIAN-Merupakan-Suatu-Kondisi.htm

http://dewabenny.com/2008/06/22/hipoalbumin.htm

0 komentar:

Posting Komentar

Design by WPThemesExpert | Blogger Template by BlogTemplate4U